Pasti sobat pernah mengalami serunya menantikan kelahiran anggota keluarga baru kan? Apalagi bagi calon ibu dan calon ayah. Perasaan haru, bahagia, was-was, khawatir seolah-olah muncul bersamaan di saat yang sama. Doa dilambungkan agar sang bayi kelak lahir dengan selamat dan tumbuh sehat.
Dalam banyak tradisi di berbagai negara di Asia, Eropa, dan Afrika upacara atau ritual khusus diselenggarakan untuk menyambut kelahiran sang bayi dan merayakan transformasi seorang perempuan menjadi ibu. Meskipun tiap tradisi mempunyai sebutan berbeda untuk upacara atau pesta ini, tujuan upacara ini kurang lebih sama. Kerabat dan teman dekat biasanya diundang untuk hadir, dan mereka diajak untuk memanjatkan doa bagi kesejahteraan sang bayi dan calon ibu.
Tradisi dan ritual terkait kelahiran bayi yang biasa dilakukan dalam masyarakat modern di berbagai negara bisa dirunut sejarahnya hingga ke zaman Mesir dan Yunani kuno. Di zaman Mesir kuno, setelah lahir, sang bayi dibawa ke kuil suci, dan upacara dilakukan untuk menamai sang bayi dan menandai identitasnya, sekaligus menegaskan hak-haknya. Demikian juga di zaman Yunani kuno, upacara dilakukan setelah bayi lahir. Bayi dan ibunya dimandikan dalam ritual ini.
Tradisi Eropa dan Amerika juga mengenal upacara semacam itu, meskipun tentu dengan bentuk ritual yang berbeda. Ada istilah yang sering dipakai untuk merujuk pada kebiasaan semacam itu, yakni baby shower. Meskipun istilah ini relatif baru, cikal bakal baby shower modern dimulai pada Era Victoria, masa ketika Ratu Victoria dari Britania Raya berkuasa dari 1837 sampai 1901. Di era itu, wanita – entah dengan alasan apa -merahasiakan kehamilannya, dan ketika bayi lahir para wanita biasanya kemudian berkumpul minum teh dan menyantap makanan ringan.
Baby shower modern dimulai setelah Perang Dunia I pada era baby boom dan berkembang seiring dengan ideologi konsumerisme tahun 1950 dan 1960 an. Ritual ini tak hanya menandai perubahan peran dan status dari seorang wanita ke ibu, tetapi juga memainkan fungsi ekonomi dengan menyediakan kebutuhan-kebutuhan bayi (dalam bentuk kado) yang nanti harus ditanggung oleh keluarga baru. Jadi, secara ekonomi, ritual ini meringankan beban calon ibu dan calon ayah.
Dalam tradisi Barat, penyelenggara baby shower justru bukan anggota keluarga atau kerabat dekat, tetapi teman dekat ibu sang bayi. Ini dilakukan untuk menghindari kesan bahwa anggota keluarga atau kerabat dekat sang bayi sedang “meminta” kado. Ibu si bayi yang dinantikan kelahirannya ini di”hujani” dengan kado oleh para tamu yang hadir, dan ada kebiasaan kado-kado yang dihadiahkan dibuka selama pesta berlangsung.
Dalam tradisi Jawa, ada juga ritual atau upacara yang mirip dengan baby shower, yakni upacara tujuh bulanan atau mitoni. Dalam ritual adat Jawa ini tidak ada “hujan” kado bagi si calon ibu, dan tujuan upacara ini lebih untuk memohon pertolongan kepada Yang Maha Kuasa bagi keselamatan sang bayi dan ibunya saat kelahiran.