Sobat pembaca setia, topik kita kali ini menarik. Dua nomina yang menjadi pokok bahasan kita kali ini, issue dan problem, bisa menjadi contoh bagus untuk menunjukkan bagaimana bahasa memang mengalami perubahan. Awalnya, dua nomina ini adalah dua kata yang berbeda dalam hal makna. Tetapi akhir-akhir ini, ada gejala (ditengarai mulai sekitar tahun 90 an) yang menunjukkan bahwa penutur asli American English – dan mungkin juga British English – mempertukarkan kedua kata itu dalam percakapan dengan tujuan penghalusan bahasa atau euphemism, meskipun sebenarnya salah.
Kebingungan pembelajar bahasa Inggris terkait dua nomina ini bisa dimengerti karena keduanya mengacu pada situasi atau hal-hal yang menantang atau menimbulkan kesulitan. Tetapi, kata issue bernuansa netral, tidak positif tidak negatif. Kata problem seringkali mempunyai konotasi negatif. Mari kita bahas satu per satu.
ISSUE
Menurut kamus online Merriam Webster kata ini sebenarnya berarti “something that people are talking about, thingking about: an important topic or subject”. Oxford Dictionary juga menegaskan bahwa kata ini berarti “an important topic or problem for debate or discussion“.
Jadi, issue bukanlah sesuatu yang harus dipecahkan atau dicarikan solusinya, tetapi hal penting (meskipun bisa juga berupa problem) yang tengah didiskusikan atau diperdebatkan. Jadi, ketika sobat menggunakan kata ini, sobat membayangkan diskusi dan perdebatan, BUKAN solusi. Yang didiskusikan pun bukan sembarang topik atau persoalan, tetapi haruslah topik atau persoalan penting yang menjadi perhatian masyarakat atau lembaga, dan BUKAN sekedar hal-hal remeh.
Topik penting yang disebut issue yang menjadi perbincangan atau perdebatan seringkali adalah topik yang mendatangkan kontroversi. Artinya, ada pihak-pihak yang setuju atau tidak setuju. Misalnya, soal perkawinan campur antar agama, perkawinan sejenis, kenaikan harga BBM, atau aborsi. Ini semua adalah issue, topik perbincangan yang menimbulkan kontroversi, ada pihak-pihak yang mendukung, dan tentu ada juga pihak yang tidak mendukung.
Ketika sebuah institusi mengeluarkan kebijakan pengurangan penggunaan plastik, terutama botol plastik, dan itu menimbulkan pro kontra, dan orang-orang dalam institusi tersebut memperbincangkannya, kebijakan itu sebuah issue, BUKAN problem, karena kebijakan tidak bisa dipecahkan. Sobat tidak bisa mencari solusi terhadap sebuah kebijakan. Tetapi, bisa saja kebijakan itu menimbulkan persoalan yang harus dicarikan jalan keluar.
PROBLEM
Yang disebut problem muncul setiap saat. Segala hal atau situasi yang merugikan dan tidak diinginkan dan perlu dipecahkan atau dicarikan jalan keluar/solusi disebut problem. Bisa hal kecil ataupun besar. Ketika printer sobat ngadat, tidak bisa mencetak, itu problem yang harus dicarikan solusi. Demikian juga kalau mobil yang sobat kendarai masuk lobang lumpur dan gak bisa keluar. Harus dicarikan solusinya.
Tetapi ada situasi ketika kedua nomina ini digunakan dalam konteks yang sama, meskipun dengan konotasi berbeda. Terkait kemiskinan atau poverty, misalnya. Kemiskinan sering disebut social problem, dalam pengertian harus dicarikan jalan keluarnya, tetapi bisa juga disebut social issue, ketika persoalan ini menjadi topik perbincangan dan diskusi.
Nah, persoalannya, akhir-akhir ini, ditengarai sejak tahun 1990 an, ada gejala penutur asli American English menggunakan kata issue untuk menggantikan kata problem dengan tujuan untuk memperhalus bahasa. Misalnya, ketika seseorang mempunyai masalah psikologis (psychological problem) seperti ketidakstabilan emosi, mudah marah, misalnya, orang menyebutnya psychological issue, hanya untuk membuat agar yang tersampaikan terdengar lebh halus (euphemism).
Penggunaan kata issue sebenarnya keliru, karena persoalan-persoalan psikologis seseorang tentu bukan hal yang layak didiskusikan oleh banyak orang. Dan memang seharusnya kata yang tepat adalah problem, karena persoalan itu mesti ada jalan keluarnya.