Ada satu ungkapan menarik yang bisa ditemukan dalam novel “Those Who Are Loved”, novel paling anyar Victoria Hislop, seorang penulis Inggris. Novel setebal 489 halaman yang diterbitkan tahun 2019 ini bercerita tentang sebuah keluarga Yunani dengan seting Perang Dunia II, saat Yunani diduduki Jerman dan Itali, dua negara blok poros (the Axis). Yang menarik adalah detil-detil fakta sejarah Yunani di masa Perang Dunia II diuntai ke dalam narasi tentang sebuah keluarga fiktif.
Kisah dalam novel ini berpusat pada empat orang anak keluarga Koralis, yakni Thanasis, Margarita, Panos, dan Themis. Mereka terpaksa tinggal bersama nenek mereka di sebuah apartemen di Patissia Athena. Sebelum okupasi Jerman, keempat anak ini harus berpisah dari ibu mereka karena sang ibu mengalami gangguan jiwa dan harus dirawat di rumah sakit jiwa akibat rumah warisan orang tuanya roboh tak tersisa karena usia. Sementara, ayahnya seorang pelaut, yang hanya sesekali pulang.
Ketika Jerman dan Itali datang menduduki tanah mereka, keadaan menjadi makin sulit. Makanan dan kebutuhan sehari-hari menjadi langka. Situasi keluarga semakin buruk ketika mereka berempat terpecah dan terbagi karena kepentingan yang berbeda. Dua orang – Thanasis dan Margarita – berkomplot mendukung pemerintah yang cenderung/terpaksa bekerjasama dengan penjajah (dalam novel disebut ‘collaborationist government’), dua yang lain – Panos dan Themis – bergabung dengan ELAS, organisasi berhaluan komunis penentang pemerintah dan penjajah. Setiap hari mereka hidup dalam tegangan antara cinta sebagai keluarga dan benci sebagai individu dengan kepentingan politik mereka masing-masing.
Setelah Itali yang dipimpin Mussolini menyerah kepada Sekutu (the Allies), dan kemudian Jerman meninggalkan Yunani, ada masa ketika ELAS yang komunis berada di atas angin, dan tampaknya memegang kendali. Dalam novel itu dikatakan “They (ELAS) had the upper hand.” Mereka berada di atas angin karena mereka berhasil menguasai beberapa wilayah Yunani. Verba yang digunakan dengan the upper hand tidak hanya have, tetapi juga get dan gain.
Menurut kamus, ungkapan have the upper hand berarti memegang kendali, mendapatkan keuntungan, mempunyai kekuasaan, atau mempunyai otoritas lebih besar dari yang lain. Ungkapan ini tidak hanya dipakai dalam konteks politik, tetapi juga dalam konteks sehari-hari. Misalnya, “His wife has the upper hand. She earns more money than he does.” Kalimat ini berarti,”Istrinya memegang kendali. Dia menghasilkan lebih banyak uang ketimbang dia sendiri.”